DATING VIOLENCE

Jangan pernah menganggap bahwa masa pacaran itu hanya berisikan cerita-cerita romantis penuh kemesraan semata. Karena anggapan itu tak sepenuhnya benar, malah sebaliknya dalam masa pacaran justru banyak ditemukan kisah sedih dengan linangan air mata penyesalan yang tiada henti. Bukan hanya karena cerita-cerita sepele diputus pacar tetapi tangisan karena mengalami kekerasan oleh sang pacar. Percaya tidak percaya, tetapi memang begitulah kenyataannya. Mulai dari kekerasan-kekerasan secara fisik, emosi hingga seksual semuanya mungkin saja terjadi dalam masa pacaran.
Seringkali terjadi muda mudi yang tengah menjalani masa pacaran tak menyadari bahwa sebenarnya dirinya telah menjadi korban kekerasan. Rasa ikatan emosi yang cukup besar terhadap sang pacar, hubungan yang sudah terlanjur jauh dan ketakutan menyandang gelar ‘jomblo’ dan tak laku menyebabkan seseorang menjadi tergantung dan menjadi tak berani mengambil sikap pada saat kekerasan sudah didepan mata.
Ketika pacar sudah mulai menempeleng dan memukul, namun kita hanya bisa diam dan menangis. Ketika pacar bersikap posesif, cemburu buta yang berujung pada pembatasan untuk beraktifitas dan melakukan tindakan-tindakan positif , sedang kita hanya bisa menurut saja seperti kerbau dicucuk hidung, sudah bisa dijadikan indikator bahwa sebenarnya hubungan pacaran itu sudah tidak sehat dan terjadi kekerasan didalamnya.
Tak hanya itu sebenarnya yang bisa dijadikan ukuran apakah jalinan hubungan pacaran yang tengah dijalani sudah tidak sehat. Ketika pacar sudah mulai menjalankan aksi rayuan untuk membuktikan besarnya rasa cinta terhadap pacar yang berujung pada ajakan dan bahkan memaksa melakukan hubungan seksual. Sadarilah! bahwa sebenarnya kita telah menjadi korban.

Perilaku pacaran memang bukanlah hal yang baru, sejak dahulu telah mendapat tempat dimata masyarakat, meski ada sebagian pula orang tua yang masih menganggapnya tabu, tidak baik dan melarang keras anak-anaknya berpacaran. Tetapi apakah mungkin langkah seperti itu yang akan diambil, langkah ekstrim dengan melarang keras bergaul atau memingit anak gadis ditengah semakin bergesernya pergeseran nilai dan norma pergaulan dalam masyarakat yang semakin permisif dan bebas. Yang ada bisa jadi muda-mudi itu akan menjadi “liar” dan bermain kucing-kucingan sebagai respon terhadap orang tua yang terlalu ekstrim mengekang kebebasan anak-anaknya.

Memberi pemahaman yang benar dan mengajak dialog terhadap anak-anak kita mengenai batasan-batasan pergaulan dalam masa pacaran dan segala konsekuensinya, memang perlu dilakukan dan yang paling penting untuk dipahami bahwa dalam hubungan pacaran tidak terdapat mekanisme pertanggungjawaban secara hukum, sehingga kalau sampai terjadi kejadian yang tidak diinginkan seperti kehamilan dalam masa pacaran, akan sangat susah bagi perempuan yang menjadi korban untuk meminta pertanggungjawaban dan mendapatkan keadilan secara hukum. Pasangan akan dengan mudah untuk menolak bertanggungjawab karena pacaran memang tak memiliki status hukum , selain itu dalih “suka sama suka” merupakan alasan yang paling mudah dilontarkan untuk menghindar dari jeratan hukum. Sekali lagi perlu diingat dan diwaspadai bahwa dalam masalah kekerasan terhadap perempuan, perempuanlah yang akan tetap berada dalam posisi yang lemah, dipersalahkan dan akan selalu menjadi korban.

Lalu bagaimana kalau pacaran tak bisa dihindari lagi apalagi kalau cinta sudah membara dan sudah tak dapat dibendung ? Apalagi disaat semakin bebasnya pergaulan muda-mudi jaman sekarang. Yah mau bagaimana lagi? yang penting selalu waspada, bersikap tegas (asertif) terhadap pasangan, ingat selalu terhadap norma agama dan batasan-batasan nilai yang kita anut dan yang lebih penting lagi berani bertanggung jawab.

Comments

  1. mba amik-mba amik, kalo pacaran kemudian tidak ada ujungnya itu masuk dating viloce gak:p

    ReplyDelete
  2. mbak fida,pacaran yang kemudian tidak ada ujungnya dan menyebabkan kita tidak bisa bersikap dan tidak berani mengambil keputusan sendiri,menurutku termasuk dating violence :-))

    ReplyDelete
  3. 'Dating violence is any intentional sexual,
    physical or psychological attack on one
    partner by the other in a dating
    relationship.' I take this definition from the National Clearence House on Family violence. Lets compare this general one with your own.

    Dari bacaan literatur krn terilhami dgn tulisan Amik, secara umum dating violence terjadi melalui beberapa cara. 1) sexual abuse, mencakup kontak seksual yang tidak diinginkan, memaksa pasangan untuk melakukan kegiatan seksual, pemerkosaan atau usaha memerkosa, dan berusaha untuk bersetubuh dengan pasangan di bawah pengaruh alkohol atau obat bius. 2)sexual assault ketika pasangan menolak untuk menggunakan kondom krn resiko bahaya penyakit kelamin atau HIV/AIDS. 3) psycal abuse seperti memukul, menendang, menarik rambut, menempeleng, mengancam dengan senjata (tajam atau tumpul) atau senjata api. 4)emotional abuse, seperti makian, mengancam atau menteror, merusak harta benda atau barang2, mengisolasi pasangan dari keluarga atau teman, bahkan rasa memiliki yang berlebihan dan cemburu buta.

    Pertanyaan, apakah memaksa pacar untuk mengikuti agama/kepercayaan/ideologi/parpol tertentu di bawah tekanan tergolong dating violence tidak?. Termasuk juga meminta pacar memakai/menanggalkan jilbab atau songkok. Rumit juga ya he3x

    ReplyDelete
  4. Untuk mengukur apakah perbuatan tersebut termasuk kategori violence ataukah tidak adalah pada kata "paksaan/memaksa" sehingga menimbulkan partner/pasangan menjadi tidak bisa berkehendak sendiri sesuai dengan pilihannya.
    memaksa pacar mengikuti ideologi parpol atau agama/kepercayaan dan memaksa pasangan memakai/menanggalkan jilbab tidak hanya dating violence tetapi juga (jika dilihat dari perspektif hukum HAM) maka termasuk pelanggaran terhadap hak-hak sipil individu

    ReplyDelete

Post a Comment